Nah, ada yang berbeda di pemilu tahun ini. Geliat aktivitas dunia maya sungguh luar biasa. Arus informasi tak terbendung lagi. Termasuk dalam pesta politik kali ini, muncul trend baru: negative campaign alias kampanye negatif. Mungkin sejak pemilu 2004 dan 2009 kegiatan ini sudah ada, namun tidak terlalu kentara terutama di dunia maya, karena warga dunia maya tidak sebanyak dan seaktif hari ini.
Negative campaign secara sederhana dapat kita artikan sebagai pengungkapan fakta yang disampaikan secara jujur dan relevan menyangkut kekurangan suatu calon atau partai. Sedangkan kampanye hitam biasanya tidak memiliki dasar dan fakta, fitnah dan tidak relevan untuk diungkapkan terkait parpol maupun tokoh. Negative campaign, selama sumber informasinya kredibel dan fakta-faktanya bernilai kebenaran, seharusnya tidak jadi masalah. Bahkan bisa menjadi referensi penting untuk menilai kualitas kandidat. Yang jadi masalah adalah ketika kita membagi kebohongan, atau membagi informasi dengan tambahan opini-opini yang tidak berdasar, kepada orang lain.
Di negara yang menganut sistem pemilu langsung, suara setiap warga negara bernilai sama, apapun latar belakangnya. Suara seorang presiden dan cabe-cabean ber-KTP bernilai sama. Suara seorang profesor dengan seorang yang tidak pernah makan bangku sekolahan juga bernilai sama. Sehingga, kampanye dan pendidikan politik menjadi mahapenting agar masyarakat dapat menimbang dan memutuskan dengan baik kemana suaranya akan diberikan. Segala informasi yang benar harus dibuka, entah informasi yang baik ataupun buruk, untuk menghasilkan pemimpin yang terbaik. Sehingga, negative campaign sejatinya menjadi penting.
Namun menjadi dilematis ketika di era demokrasi langsung ini negative campaign masih dianggap hal yang tabu. Seseorang yang melakukan negative campaign khususnya di dunia maya dapat menjadi bulan-bulanan pendukung kandidat lawan. Dianggap tidak sopan, jauh dari adat ketimuran, bahkan dibodoh-bodohkan dan di-bully habis-habisan. Padahal seharusnya kita dapat menyikapi negative campaign ini dengan arif dan bijaksana. Ketimbang menganggap negative campaign sebagai wujud penghinaan yang mendegradasi moral bangsa, lebih baik menganggap ini sebagai pendidikan politik. Bahkan seharusnya kita menerima fakta bahwa kemunculan negative campaign ini adalah harga yang harus kita bayar untuk sistem pemilu langsung ini. Kita harus menerima negative campaign sebagai kodrat sistem politik kita.
Di negara mbah-nya demokrasi (baca: USA), negative campaign adalah hal yang sangat wajar. Karena kandidat presiden di sana pada setiap pemilu pasti hanya 2 orang (dari partai Republik dan Demokrat), maka aroma persaingan sangat kental terasa. Implikasinya, para kandidat "ditelanjangi" habis-habisan oleh masyarakat. Informasi mulai dari rekam jejak, karakter, kehidupan pribadi, rahasia, bahkan skandal-skandal yang bisa mendiskreditkan pun dibuka habis-habisan. Apa tujuannya? Kenapa kegiatan "menelanjangi" para capres ini menjadi penting? Agar masyarakat bisa menilai secara utuh, sehingga dapat terpilih pemimpin yang memang terbaik sesuai kehendak rakyat. Ibarat melakukan penelitian, kita harus menyintesis data sebanyak-banyaknya untuk bisa menarik kesimpulan yang benar. Ibarat mencari jodoh, kita harus memilih yang bisa kita terima sepenuhnya kelebihan dan kekurangannya. Nobody is perfect, termasuk para capres.
Kebetulan, tahun ini pilpres kita juga hanya menyodorkan 2 orang calon yang sama-sama populer dan memiliki basis massa besar. Persaingan kampanye tidak terelakkan. Jagat dunia maya terbakar panasnya suhu politik. Timeline kita dipenuhi wajah dan berita-berita tentang para capres. Materi kampanye bertebaran dimana-mana, mulai dari kampanye normal, negative campaign, bahkan black campaign.
Marilah kita bijak dalam menyikapi negative campaign. Agar sesuai dengan budaya timur, mungkin kita bisa membagi informasi negatif dengan bahasa yang sopan, dalam arti tidak secara frontal menghina kandidat lawan. Trust me, menghina kandidat lawan sangat mungkin bisa melukai hati pendukungnya. Bila muncul perdebatan, hendaknya fokus pada substansi materi kampanye-nya, bukan kepada siapa yang membagikannya. Semuanya dilakukan dengan bahasa yang sopan dan bersahabat. Kalau ada yang membuka informasi negatif tentang capres yang kita dukung, janganlah diambil hati. Don't take it personally. Toh targetnya orang lain, bukan diri kita. Marilah berdiskusi layaknya seorang dewasa yang cerdas, yang menganggap lawan debat/diskusi sebagai kawan berbagi pikiran. Let's be constructive!
Nah kalau black campaign, serahkan pada logika dan hati nurani kita. Karena mungkin saja ada beberapa black campaign yang terlalu masuk akal untuk menjadi sebuah fitnah atau kebohongan. Tapi jangan bagikan ke orang lain! Sekali lagi, jangan bagikan ke orang lain! Simpan di hati kita saja.
Jadikan pesta demokrasi ini ajang untuk bersukacita, momen untuk berbagi pandangan dengan kawan secara konstruktif, bahkan untuk menjalin silaturahmi. Janganlah kalau nanti pemilu usai, lantas tali silaturahmi juga berakhir karena saling serang dalam perdebatan yang tidak elok. Bukankah seharusnya tujuan adanya pesta adalah untuk bersukacita? :)
(Sumber: otak Mada Maulana)