Posternya sebagai berikut:
Nah, yang jadi masalah bagi saya yang awam pak (saya sebut POLRI dengan "bapak" saja boleh kan?), bahasa yang digunakan adalah bahasa asal-menakuti. Baiklah, mungkin salah satu tugas bapak memang untuk mewujudkan masyarakat yang sadar hukum dan tidak melanggar hukum. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menakut-nakuti dengan sanksi hukum yang berdasarkan produk hukum.
Kebetulan bapak kan penegak hukum, dan Indonesia adalah negara hukum. Lantas saya mencari dasar hukum dari pernyataan di atas, tapi saya tidak dapat menemukan. Saya hanya menemukan tagar #Divhumaspolri saja. Kalau ternyata saya yang kurang jeli, saya mohon maaf ya pak.
Berikutnya, kesan yang sekilas saya tangkap ketika membaca poster di atas adalah bahwa segala tulisan opini bisa membuat penulisnya masuk penjara. Bagi saya kesan ini kurang baik pak, pasalnya Indonesia adalah negara demokrasi di mana kebebasan mengemukakan pendapat dijamin oleh konstitusi. Ini era reformasi, bukan lagi era Orde Baru di mana masyarakat takut untuk mengemukakan pendapat terhadap penguasa dan segala kebijakannya.
Kemudian tentang "tulisan opini" itu sendiri. Tulisan opini seperti apa pak yang bisa menjadikan penulisnya masuk penjara? Kalau yang masuk penjara adalah "penulis opini yang tidak berpikir", setahu saya semua tulisan opini (baik yang menurut bapak sesuai hukum maupun melanggar hukum) pasti melalui proses berpikir. Tidak ada manusia di muka bumi ini yang bisa menulis tanpa berpikir. Lantas tulisan yang seperti apa pak? Apa dasar hukum yang bisa menjadi rujukan masyarakat, khususnya warganet Indonesia? Mengapa tidak disebutkan? Apakah dasar hukumnya adalah kata-kata #Divhumaspolri?
Kalau misalnya saya bekerja di Divisi Humas POLRI dan diminta membuat poster dengan pesan serupa, saya akan membuatnya dengan bahasa yang se-ramah mungkin. Pasalnya, citra dan reputasi POLRI di mata masyarakat sedang kurang baik pak, kalau bisa dikatakan sangat jelek. Mungkin saya akan merangkai kata-kata seperti ini:
"Konstitusi UUD 1945 menjamin dan melindungi hak warga negara untuk bebas mengemukakan pendapat.
Silakan beropini, tapi secara bertanggung jawab dan sesuai hukum.
Pelaku penyebaran informasi palsu/provokatif dapat dikenai sanksi *sanksinya apa* sesuai Undang-undang RI *nomor, tahun, pasal, ayat, bunyi*
Kebebasan beropini secara bertanggung jawab dan sesuai hukum adalah impian kita bersama
#Divhumaspolri"
Lebih baik panjang tapi berkelas dan informatif, ketimbang "kekinian" tapi miskin informasi bahkan provokatif. Intinya, masyarakat sudah lelah dengan pesan bernada provokatif, pak. Masyarakat sudah lelah dengan gaya bahasa intimidatif nan miskin keindahan.
Ini sekedar saran dari saya pak, satu dari 270 juta warga negara Indonesia, untuk bapak. Kalau bapak ingin institusi bapak kembali menempati ruang di hati masyarakat sebagai institusi yang mengayomi dan memberi rasa aman, mulailah dari hal-hal yang kecil. Dalam menyampaikan pesan-pesan yang baik, gunakanlah bahasa yang bersahabat, yang mendamaikan, atau setidak-tidaknya gunakan bahasa hukum yang jelas.
Kalau memang sulit untuk merangkai kata, copy-paste undang-undang juga boleh kok pak. Itu jauh lebih baik dan informatif ketimbang menggunakan bahasa yang asal-bikin-ngeri-tapi-miskin-informasi seperti di poster di atas. Masyakarat kita sudah cerdas kok pak, sudah mengerti bahasa hukum.
Dan terakhir pak Polisi, saya suka menulis. Saya paham tulisan ini termasuk tulisan opini, dan saya sudah memikirkan setiap kata yang saya tulis dengan amat sangat hati-hati. Ini persembahan saya untuk bapak, dan saya sangat berharap agar tulisan ini tidak berujung jeruji.