Buat sebagian orang tampang, tampilan fisik dan status ekonomi itu menggairahkan. Ada juga yang nganggep kalo keimanan dan religiusitas itu bikin horny. Di fase mahasiswa tingkat akhir ini, gue sering banget denger (terutama dari para kaum hawa) ungkapan-ungkapan yang kurang lebih bunyinya kayak gini:
- "Aku mencintaimu karenaNya"
- "Tuhan.. Jika aku jatuh cinta, izinkanlah aku melabuhkan cintaku kepada seseorang yang melabuhkan cintanya kepadaMu agar bertambah kekuatanku untuk mencintaiMu"
- "Bila kita sandarkan cinta kita pada kecantikan ragawi, maka cinta kita akan hilang seiring dengan usia. Bila kita sandarkan cinta kita pada harta, maka ketika harta itu hilang, hilang pula cinta kita. Sandarkanlah cinta kita kepadaNya, Sang Maha Abadi, agar cinta kita pula kekal abadi."
Ungkapan-ungkapan yang beautiful banget, dan sebenernya mengandung kebenaran juga. But somehow, di masa dimana umat Islam udah bermilyar-milyar populasinya ini, gue masih ngerasa kalo itu adalah konsep yang terlalu idealis. Gue nggak begitu paham sama konsep yang satu ini. Sejauh ini gue beranggapan kalo cuma orang-orang yang religius banget yang bisa paham dan mampu menerapkan konsep ini.
Apa keimanan adalah segalanya? Check this out.
Nggak harus superb banget kayak hafal Al-Qur'an, anak ulama, jebolan lembaga dakwah kampus, jebolan ponpes ternama, apalagi lulusan Al-Azhar Kairo yang sering nongol di film-film Indonesia (yang gue nilai abal-abal). Simpel banget.
Dari mencintai person-nya, gue bisa semakin mensyukuri nikmat dan kebesaranNya karena telah menciptakan makhluk terindah yang bisa gue cintai, dan mencintai gue. Itulah konsep mencintai karenaNya yang gue pahami.
Cinta itu ada, dan ia datang tanpa diundang. Persis kayak jelangkung. Cara kerja cinta persis maling yang dateng waktu kita lagi tidur. Kita cuman tau TV, laptop, kolor dan barang-barang kita lainnya hilang dari rumah kita. Kita nggak tau kapan persisnya si maling itu dateng, kita cuman tau hasil perbuatannya. Kita cuman bisa ngerasain impact nya.
Dan kita, nggak pernah tau dengan siapa kita akan jatuh cinta. Mungkin sama temen kuliah, rekan kerja, dosen, PPDS, atau orang yang baru kita kenal kemarin sore. Bahkan termasuk sama anggota FPI yang barusan nimpuk kepala kita pake batu.
Kalaupun kita menikah ala Siti Nurbaya, karena dijodohkan dan tanpa landasan cinta, we may eventually be falling in love to him/her. Ketika gue bilang may eventually, artinya pernikahan atas dasar perjodohan belum tentu menjamin munculnya cinta. Gue pernah baca cerita tentang pasangan yang udah married bertahun-tahun dan dikaruniai anak, tapi ternyata sama sekali nggak ada cinta di dalam pernikahan mereka. Pun demikian dengan jalur yang lain: pacaran liberal, pacaran syariah, tunangan, ta'aruf, bahkan hamil duluan pun, nggak menjamin mekarnya bunga-bunga cinta. Begitu juga sebaliknya. Intinya, nggak ada prinsip dalam cinta. Segalanya bisa berubah di luar rencana kita.
Gue punya satu pertanyaan yang selalu gue tanyain ke temen gue khususnya yang cewek tentang hal ini. Silakan di jawab dalam hati (diteriakin juga boleh), dan jangan bikin jawaban lainnya hahaha..
"Lo dihadapkan pada dua pilihan calon suami, dan lo harus memilih. Asumsikan usia lo adalah 20-25 tahun. Pilihannya adalah:
- Ustadz, duda 50 tahun. Ilmu agamanya akreditasi A+++, ahli ibadah. Atau;
- Temen kuliah lo, perjaka 25 tahun. Ilmu agama akreditasi B-. Ibadah jalan terus, tapi kadang masih nonton bokep.
Kalo gue cewek, gue pilih yang kedua. Meskipun logika gue milih yang lebih religius dan lebih menjamin surga akhirat, perasaan dan nafsu gue milih yang kedua. Kenapa? Karena gue hidup di masa sekarang. Gue lebih mendambakan surga dunia dulu, dan gue pengen itu secepatnya. Gue masih pengen liat yang seger-seger, sesuatu yang beneran bisa gue nikmatin, dan bukannya sesuatu yang harus gue "cerna" dulu baru bisa gue nikmatin. Gue tinggal berdoa semoga si-dia dapet hidayah dan someday bisa memastikan langkah gue ke surga. Kalo istilah orang jaman sekarang, "Hati, keimanan dan sesuatu yang nggak riil lainnya itu bisa diubah. Tapi muka 'kan nggak bisa".
Manusia pada dasarnya paling mencintai dirinya sendiri. Kita punya nafsu untuk dipuaskan demi mencapai kebahagiaan. Dan nafsu itulah yang membuat kita manusiawi. Kita punya mata yang selalu pengen liat yang seger-seger. Yang good-looking dan bikin kita ngerasain sensasi bahagia, meskipun cuman sebentar. Se-religius apapun dia, gue yakin rata-rata cewek normal seneng kalo ngeliat cewek macho, dan rata-rata cowok suka ngeliat Asmirandah. Rata-rata, nggak termasuk yang "belok".
Kalo lo mencintai seseorang karena keimanannya, dan bergantung sepenuhnya sama keimanan seseorang, dan lo dihadapkan pada situasi dimana Lee Min Ho, Reza Rahadian, Maher Zain dan ulama random ngelamar lo bersamaan, harusnya lo pilih yang terakhir. Dan seharusnya lo nggak boleh nolak ketika suami lo minta kawin lagi, in case dia pengen coba-coba poligami. Justru harusnya lo mendukung sepenuh jiwa dan raga, karena poligami itu menguji keadilan seorang suami. Dan seinget gue, itu pahalanya gede banget.
Tapi nyata-nyatanya kita punya ego dan perasaan yang menuntut kebahagiaan. Menuntut kepemilikan terhadap sesuatu. Belom luntur dari ingatan kita tentang kisah hidup Teh Ninih, istri Aa Gym yang merelakan suaminya menikah lagi dengan janda yang lebih muda dan lebih cantik darinya, setelah rumah tangga mereka dianugerahi 10 orang anak. Dua-duanya Insya Allah ahli agama, ahli ibadah. Tahu ilmu dan hukum poligami dalam Islam. Tapi apakah Teh Ninih mampu begitu saja merelakan suaminya berbagi cinta dengan wanita lain? Sama sekali nggak. Muncul pergolakan yang luar biasa di dalam dirinya. Di satu sisi dia tahu poligami itu halal, tapi dia juga tahu dimadu itu rasanya kayak nenggak racun. Dia tau kalo perceraian itu halal, tapi dibenci Allah. Dan ngelepas suami yang memberinya begitu banyak kenikmatan dan keturunan yang baik bukan perkara gampang. Teh Ninih sempat merasakan neraka dunia, meskipun pada akhirnya ia merelakan dan ikhlas menapaki jalan hidup yang digariskan olehNya.
So, what do you choose?
PENUTUP
Gue cuman anak kedokteran yang biasa, seorang mainstream diantara 7 milyar manusia lainnya yang mencoba cuap-cuap tentang apa yang ada di kepala gue. Gue bukan seorang yang sangat religius dan bisa menilai keimanan seseorang dengan tepat. Gue bulis ini bersumber kepada common sense dan pengalaman gue, tanpa ada pengalaman pernikahan (ya iya lah).
Honestly, gue bikin potingan ini karena hal yang satu ini udah nguplek di kepala gue berbulan-bulan (gosh, it's pretty disturbing. Apalagi setelah gue ngeliat temen-temen cewek di facebook gue makin sering update status soal jodoh, pernikahan, dan suami-suami-an. Kalo ada yang merasa dirugikan atau ngeliat kesalahan fatal di tulisan ini, feel free to give me a correction. Gue bakal nerima dengan senang hati kok :)
Akhir kata.. Semoga kita semua mendapat hidayahNya, dan dipertemukan cinta abadi yang mendamaikan kehidupan kita. Amin.