Tapi buat gue, punya kumis itu penting banget. Kumis itu tanda pria sejati. Kumis bikin seorang pria keliatan macho, gagah dan berwibawa: ketiga kriteria dambaan kaum hawa. Dan yang lebih penting lagi, kumis berguna buat ngebedain antara laki-laki sama perempuan. Kalo bedain perempuan sama laki-laki mah gampang. Secara, perempuan punya ciri khas yang nggak dipunyai laki-laki. You know what I mean.
Tapi sekedar punya kumis aja jelas nggak cukup dong. Kumis itu harus mantep (baca: tebel) dan enak diliat. Tapi kumis gue, dia punya cerita tersendiri. Begini ceritanya...
Gue ditakdirkan lahir di keluarga yang nggak punya riwayat kumis lebat. Seluruh anggota keluarga besar gue, mulai dari generasi kakek-nenek gue, semuanya yang lak-laki kumisnya tipis. Yang perempuan nggak ada yang kumisan. Dan untung gue ternyata juga punya kumis tipis. Artinya gue adalah peranakan murni dari silsilah yang jelas. Kalo kumis gue tebel sendiri, justru gue bakal mempertanyakan: sebenernya gue ini anak siapa ato bahkan makhluk apa? Jangan-jangan gue lahir dari batu kayak kera sakti (semoga bukan dari batu nisan)? Ato jangan-jangan gue dimuntahin dari mulut alien? Sumpah ngeri tuh.
Intinya, kumis gue itu rambutnya tipis dan tumbuhnya jarang-jarang (baca: kumis serundeng), dan ada "bolong" di tengahnya. Gunakan imajinasi terliar Anda. Ato lo boleh liat sendiri di foto header blog ini. Apa yang lo liat? Nggak ada penampakan kumis. Kumis gue emang astral banget, baru bisa diliat pake lampu infra merah-nya Bukan Dunia Lain. Cuman anak-anak Indigo aja yang bisa ngeliat kumis di foto gue dengan mata telanjang.
Jenggot gue malah lebih parah. Pertama kali tubuh cuman satu, tapi panjangnya 4cm. Semua cewek jadi gemes pengen nyabut jenggot "solo career" gue itu. Asli. Saking melegendanya jenggot gue waktu itu, gue sampe kasih dia nama "Jenggot Magnet Cewek".
Gue pernah ngomongin masalah kumis ini sama cewek gue, dan lo tau reaksi dia gimana?
Dia ketawa. Ngakak. Dia ngebandingin kumis mewah gue sama kumis bapaknya yang subur banget itu. Gue udah pernah ngeliat sendiri gimana penampakannya, dan sejujurnya gue sirik abis. Dan sirik itu tanda tak mampu. Aaaaargh!!!
Belom cukup di situ, dia juga ngomong sesuatu yang nggak akan bisa gue lupain. Dia bilang gini:
"Punya kumis itu mbok ya kayak kumisnya Bapak itu lho. Lebat, bagus, ganteng.
Lha kumismu? Tipis, jarang-jarang, jelek lagi. Hahaha.. *ngakak sejadi-jadinya*".
Kalo aja dia bukan cewek gue, udah gue pacul kepalanya pake kulkas dua pintu. Damn!
Tapi gue tetep tenang menghadapi penghinaan dan penistaan fisik itu. Di dalam hati gue bilang: "Bapakmu boleh punya kumis yg luar biasa. Tapi beliau nggak punya sesuatu yang aku miliki.
Dan itu adalah . . . . . ku". Use your imagination, rek! hahaha
The point is, gue pengen BANGET punya kumis dan jenggot yang mantep minimal kayak mafia-mafia di film gangster, contohnya Don Vito Corleone di film "The Godfather". Bahkan kalo bisa sih punya facial hair kayak punya Ryan Gosling. Ah, gue gak kebayang kalo bisa kayak gitu. Pasti gue bakal keliatan macho dan seksi abis, terus dikerubutin banyak cewek. Dan cowok. Hiiiii....
Tapi jelas banget kan bedanya? Maka dari itu, gue berusaha mencapai mimpi mulia gue itu.
"Operation Kumis Ryan Gosling" pun, dimulai...
Ungkapan "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan", dalam hal per-kumis-an ini, buat gue cuman ungkapan pemberi harapan palsu. Dari gue masuk kampus sampe gue udah nyaris keluar dari kampus ini, gue selalu punya kemauan keras buat punya kumis yang membanggakan. Tapi selama itu pula-lah kumis gue makin "menjadi-jadi", makin nggak patuh sama tuannya. Gue yakin ada campur tangan zionis di situ. Pasti!
Tapi gue nggak patah arang. Gue browsing di internet, dan akhirnya gue menemukan pencerahan. Di berbagai blog dan website ditulis kalo kita pengen punya kumis tebel ato numbuhin akar rambut baru, bisa pake cara sederhana: ngolesin kumis dan bagian yang pengen ditumbuhin bulu pake margarin ato isi perut udang. Karena gue nggak mau muntah proyektil kayak kamehameha gara-gara isi perut udang yang amis gak ketulungan itu nempel sama hidung mancung gue, gue pilih pake margarin yang secara ekonomis juga jelas lebih bersahabat sama kantong gue.
Tapi pemilihan margarin itu bukan tanpa alasan. Bokap gue dulu pernah cerita gini. Waktu bokap naik haji dulu, bokap sering ngeliat orang-orang Arab yang tiap abis makan pake tangan, nggak cuci tangan pake air kobokan. Mereka ngelap tangan mereka pake kumis sama jenggotnya. Dan setelah gue pikir-pikir, masakan Arab rata-rata berminyak. "Mungkin inilah rahasia sukses nan alami orang-orang Arab bisa punya kumis dan jenggot yang fantastis luar biasa" pikir gue. Kesimpulan gue: "lemak dan minyak bisa menumbuhkan kumis".
- Minyak dan lemak bisa numbuhin kumis
- Margarin itu minyak dan lemak
Akhirnya, gue mantep pake margarin.
Terapi pun dimulai. Sebelum tidur, gue selalu nyempetin ngolesin kumis, dagu dan cambang gue pake margarin. Sehari, dua hari, tiga hari, belom ada perubahan kecuali sprei dan bantal gue yang belepotan kena margarin. Tapi setelah seminggu, ternyata beneran ada yang tumbuh. Jerawat. Terima kasih Klinik Tong Fang.
Setelah melampaui masa-masa sulit itu, akhirmya gue melambaikan tangan ke kamera. "Mas, nyerah mas. Mas, nyerah mas. I give up!". Gue paksakan diri gue buat mencintai kumis aneh ini apa adanya, meskipun berat terasa. Gue yakin bersyukur adalah satu-satunya cara, sambil meyakini "kun fayakuun". Siapa tau waktu gue bangun tidur kumis gue berubah jadi kayak Hitler, tapi bentuknya bulet. Na'udzubillah.
PENUTUP
Dengan segala kekurangan kumis gue baik dari segi anatomis maupun kumis gue ini, gue masih bersyukur sama keadaan gue yang kayak gini. Seenggaknya dengan kumis anugerah Yang Kuasa ini gue masih bisa punya pacar, meskipun cuman satu. Masih mending daripada kumis tebel dan jenggot sampe ke paha tapi malem mingguan cuman bisa stalking dan ngepoin dia-yang-takkan-bisa-dimiliki, hahaha